Bacaan terbaru

Rabu, 19 Januari 2011

TTB

Saya hanyalah seorang hobbyst, penggemar utak-atik alat-alat teknik, terlebih lagi alat elektronik. Karena itu di dalam benak seringkali tergambar impian menjadi seorang teknisi. Perjuangan ke arah situ hampir setiap hari saya lakukan, tetapi rasanya bukanlah hal gampang. Menjadi teknisi itu ternyata tidak sekedar memiliki kemampuan rekayasa (skill/keahlian) saja, tetapi juga ternyata perlu adanya pengakuan dari pihak lain baik itu dari konsumen maupun dari otoritas sertifikasi.

TTB, Teknisi Tanpa Bengkel adalah obsesi saya sejak awal tahun 2000an. Sebelumnya, lebih dari 10 tahun pikiran saya terpaku pada keharusan adanya ruangan yang memadai untuk usaha bisnis service elektronik. Tempat yang bagus dan nyaman di tepi jalan yang mudah dijangkau dari mana saja, dulu merupakan impian. Tapi kenyataan membuktikan bahwa ternyata hal itu tidaklah wajib bagi seorang montir TV. Servis TV tidak sama dengan servis sepeda motor.

Kebanyakan pemilik TV saat mengalami rusaknya pesawat TV lebih suka kalau TVnya diperbaiki di rumah, lebih-lebih lagi kalau alat itu berupa komputer desktop ataupun kulkas. Faktor repot membawa barangnya, dan faktor malu dilihat tetangga membawa-bawa TV ke tukang servis merupakan penyebab utama. Karenanya lahirlah peluang bisnis baru, servis panggilan. Sang montir/teknisi datang ke rumah menyelesaikan masalahnya. Lalu bengkelpun ditinggal, yang bernilai jual ternyata bukan bengkelnya, tapi kemampuan sang teknisi menyelesaikan masalah pelanggan.

Saat bekerja di rumah pelanggan fasilitas kerja tentu tak senyaman di bengkel, tetapi dengan semangat TTB biasanya pekerjaan selesai. Plus minusnya juga ada, tetapi dari pengalaman lebih banyak positifnya. Jika dibandingkan dengan bisnis lain macam dagang sayur keliling, tukang sol sepatu keliling, gilingan padi keliling, dsb rasanya TTB jauh lebih menjanjikan. Jika para pedagang keliling itu berjalan sambil menawarkan dagangannya, lain halnya TTB, sejauh pengalaman saya 99,999% saya ‘berkeliling’ berdasarkan permintaan pelanggan. Andai saja mau teriak-teriak menawarkan jasa servis boleh jadi pelanggannya bejibun. Masalahnya mampu nggak melayani semuanya..? Itupun seringkali ‘menular’. Di satu kampung yang manggil satu orang, tapi setelah pekerjaan selesai biasanya para tetangga ngikut, bisa dua tiga TV, bahkan pernah satu RT nyerviskan semua. Dan semuanya tanpa membawa pesawatnya ke bengkel.

Tak hanya itu, jika sebagai montir TV mau membawa-bawa peralatan servis portabelnya ke manapun, ternyata peluang itu ada di mana-mana. Dari pengalaman, bisa antar kota antar propinsi, (macam bus aja ya). Mengklaim suatu daerah sebagai wilayah servis masing-masing adalah masa lalu, tak jarang seorang pelanggan yang notabene rumahnya bersebelahan dengan bengkel servis, malah saat TVnya rusak justru angkat handphone manggil TTB dari daerah lain, dan TVpun diservis tanpa dibawa keluar dari ruangannya. Belum lagi karena faktor kenalan, ketemu kenalan montir di jalan atau di sawah bisa berakibat mengundangnya untuk servis di rumahnya. Kok bisa???? Biasa, melihat wajah tukang servis akan membuat orang teringat pada TVnya yang rusak, kali aja wajah para tukang servis itu mirip TV rusak, hehehe....

Ternyata teknisi servis elektronik bisa tak butuh bengkel, karena orang mengundang tukang servis belum tentu disebabkan melihat bangunan bengkel ataupun tulisan reklame, tapi jalinan komunikasi (silaturrahim) dengan sang teknisi. Memilih teknisi adalah masalah hati.,